Total Tayangan Halaman

Jumat, 07 November 2014

Susi Pudjiastuti; Logika Pro dan Kontra Disekelilingnya

Tulisan ini mungkin sedikit terlambat. Baru lahir setelah ribut-ribut tentang seorang perempuan yang hanya lulusan SMP, bertato, dan suka merokok diangkat menjadi menteri sudah tidak begitu hangat lagi. Perempuan itu bernama Susi Pudjiastuti dan jabatan yang diembannya adalah Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

Pengangkatan Susi menjadi menteri menimbulkan polemik ditengah masyarakat. Ada pro dan kontra. Tapi bukan itu yang hendak saya kupas disini. Dan sebelum masuk ke pokok bahasan, saya akan menjelaskan dimana posisi saya terkait dengan pro dan kontra seputar pengangkatan Susi menjadi menteri. Hal ini perlu saya tekankan diawal tulisan agar nanti seandainya muncul tanggapan pada kolom komentar, pembahasan tidak keluar dari topik inti yang hendak saya angkat. Soalnya saya seringkali menemukan komentar-komentar yang tidak berkaitan dengan pokok tulisan/berita karena komentator tidak membaca keseluruhan tulisan kemudian seenak perutnya menyimpulkan. Akhirnya yang muncul adalah komentar bodoh yang tidak berguna dan tidak layak untuk dibaca apalagi untuk ditanggapi.

Saya pribadi tidak mempermasalahkan tingkat pendidikan Bu Menteri. Saya yakin, Jokowi tidak segegabah itu dalam menunjuk menteri untuk duduk dalam kabinet yang dipimpinnya. Jokowi pasti sudah mempertimbangkan segala sesuatunya dengan cermat, entah itu pertimbangan yang bersifat teknis maupun politis. Saya juga yakin dengan kemampuan manajerial Bu Menteri, tidak mungkin orang dengan kemampuan manajerial biasa-biasa saja mampu membangun sebuah kerajaan bisnis sebesar PT ASI Pudjiastuti Marine Product dan PT ASI Pudjiastuti Aviation. Sementara untuk tato dan rokok, saya secara pribadi tidak begitu mempermasalahkan hal ini meski saya akui kalau itu bukanlah hal yang layak dicontoh (saya sendiri seorang perokok yang terus berjuang untuk berhenti).

Sekarang, mari kita masuk pada topik yang hendak saya angkat, yaitu cara berdiskusi, berpikir, dan mengkritisi dengan sehat dengan menggunakan contoh kasus pengangkatan Susi Pudjiastuti sebagai menteri.

UNTUK PIHAK YANG KONTRA MEMBABI BUTA
Pihak yang kontra dengan pengangkatan Susi sebagai menteri seringkali cuma mengulang-ulang tiga hal yang sudah saya sebutkan di atas (lulusan SMP, bertato, dan suka merokok) sebagai alasan tidak menyukai pengangkatan Menteri Susi. Dengan berburuk sangka pada golongan orang-orang ini, saya berasumsi bahwa sebenarnya bukan Bu Susi yang tidak mereka sukai. Yang tidak mereka sukai adalah Jokowi, orang yang dianggap bertanggung jawab atas pengangkatan Susi sebagai menteri. Hal ini hampir bisa dipastikan merupakan kisah lanjutan dari drama melelahkan saat Pemilihan Presiden 2014.

Hal paling menyedihkan dari orang-orang ini adalah kenyataan bahwa mereka mengkritisi tanpa memberi solusi. Okelah, anggap saja Susi tidak layak menjadi menteri, lantas siapa menurut kalian yang pantas? Memang benar, kemungkinan besar usulan kalian tidak akan terdengar oleh telinga Jokowi, tetapi setidaknya kalian mampu memberi alasan-alasan logis atas ketidaksetujuan kalian terhadap pengangkatan Susi sebagai menteri dan kalian mampu memberi solusi dengan mengusulkan orang yang lebih pantas (setidaknya menurut kalian) yang juga disertai alasan-alasan yang masuk akal. Jika tidak, saya akan langsung berasumsi bahwa kalian tidak lebih dari pengacau yang tidak bisa diajak berpikir dan berdiskusi. Dan Susi hanya kalian jadikan sebagai alat untuk mengolok-olok Jokowi, Presiden kalian sendiri.

Pada pihak yang kontra ini muncul sebuah kesesatan logika dalam berpikir. Terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam penalaran namun secara sederhana kesesatan dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material. Dalam kasus diatas, pada pihak yang kontra terhadap pengangkatan Susi sebagai menteri, yang terjadi adalah kesesatan material. 

Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi antara lain karena tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi). Kesesatan Relevansi terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya. 

Sederhananya, yang ingin saya katakan disini adalah 
"Apa hubungan antara rokok dan tato dengan kemampuan seseorang menjadi menteri?"
Lantas bagaimana dengan tingkat pendidikan? Benar, tingkat pendidikan seringkali menentukan kemampuan seseorang. Tapi perlu diingat, bukankah Susi sudah membuktikan kemampuannya di bidang yang akan menjadi tanggung jawabnya selama 5 tahun kedepan.  


UNTUK PIHAK YANG PRO MEMBABI BUTA
Yang paling menyedihkan dalam drama ini adalah tanggapan bodoh dari pihak yang pro. Ketika hujatan bodoh ditanggapi dengan balasan yang tidak kalah bodoh, hasilnya adalah kebodohan yang berlipat ganda! Sebenarnya, tanggapan paling baik terhadap hujatan bodoh yang ditujukan kepada Susi adalah dengan diam. Tak perlu ikut terseret dalam pusaran kebodohan yang tak tentu arah. Tapi kalau tidak tahan dan ingin menanggapi, tanggapilah dengan elegan dan rasional. Tak perlu menghina dan merendahkan diri sendiri serta terjebak dalam debat kusir bodoh yang tak berujung.

Salah satu tanggapan bodoh yang paling sering saya dengar/baca adalah
 "Mendingan lulusan SMP, bertato, dan merokok daripada sarjana, berjilbab, dan korupsi"
(dalam kasus ini, Susi dibandingkan dengan.... Ahhh sudahlah, pokoknya Si Itu)
Kenapa kalian membandingkan dengan yang buruk? Analoginya adalah seandainya saya melakukan pelecehan terhadap seorang wanita dengan meraba dadanya kemudian saya ditangkap polisi, saat diinterogasi saya berkilah
 "Mendingan saya Pak, cuma ngeraba dada doang, Si Anu kemaren memperkosa
Percayalah, hidup anda tidak akan pernah mengalami kemajuan ketika yang anda jadikan standar (benchmark) adalah sesuatu yang lebih buruk.

Menurut saya, bukan begitu cara menanggapinya. Tapi perlihatkan pada mereka prestasi dan kerja nyata yang sudah dilakukan Susi. Sampaikan pada mereka alasan kenapa Susi merupakan orang yang paling tepat untuk saat ini. Seandainya mereka tidak bisa diajak berdiskusi dengan santun, sudahi dan biarkan mereka sibuk dengan kebodohannya sendiri. Tidak ada manfaat berdebat dengan orang bodoh berpikiran sempit, hanya akan menyeret anda pada tingkat kebodohan yang sejajar dengan mereka.

Saya terpaksa kembali berburuk sangka dengan pihak yang pro. Kebalikan dengan pihak yang kontra (ya iyalah kebalikan), sebenarnya yang mereka bela bukanlah Menteri Susi. Saya yakin, sebelum penunjukan Susi sebagai menteri, mayoritas orang-orang ini tidak tahu dan tidak pernah mendengar apapun tentang Susi. Sebenarnya yang mereka bela bukanlah Susi, melainkan Jokowi. Pada akhirnya mereka terjebak pada kesesatan penalaran material yang disebut  Argumentum auctoritatis, yaitu sesat pikir dimana nilai penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Sikap semacam ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan tergantung dari siapa yang mengatakannya (kewibawaan seseorang).

Sederhananya, yang ingin saya katakan disini adalah fakta bahwa yang menunjuk Susi menjadi menteri adalah Jokowi. Berarti Jokowi adalah orang yang mengemukakan hal ini, dan dimata pendukung fanatiknya yang membabi buta, Jokowi tidak mungkin salah. Jadi, pengangkatan Susi sebagai menteri tidak mungkin salah! Alhasil yang muncul adalah kesesatan penalaran pada manusia yang taklid yang mendukung secara membabi buta dengan jurus andalan "POKOKNYA!" 

SIMPULAN
Sekarang coba anda bayangkan seandainya yang memenangkan Pilpres adalah Prabowo, kemudian Prabowo mengangkat Susi menjadi menteri, saya jamin pihak yang pro dan kontra secara membabi buta akan segera bertukar tempat. Dengan melihat kenyataan yang terjadi sekarang, saya anggap kedua belah pihak sekali lagi terjebak dalam kesesatan dalam penalaran. Mungkin masuk dalam kategori lgnoratio elenchi. Ignoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. 

Yang ingin saya sampaikan dalam tulisan ini sebenarnya sangat sederhana. Marilah kita berpikir dengan logika. Marilah kita berdebat dengan sehat. Marilah kita mengkritisi dengan kritik yang membangun, kritik yang disertai solusi, bukan sekedar kritik yang bertujuan menjelek-jelekkan orang/kelompok lain. Sejujurnya, saya merasakan Pilpres 2014 dan berbagai rentetan kejadian yang menyertainya sebagai salah satu peristiwa yang sangat menjengkelkan. Kedua kubu mulai dari level atas hingga level simpatisan seperti sulit untuk disatukan. Tidak bisakah kita mengakhiri perseteruan yang menghabiskan energi dengan cara paling sia-sia ini? Bukankah lebih baik jika energi itu kita satukan untuk membangun jiwa dan badan bangsa yang luka ini?

Untuk pihak yang dikritisi hendaklah berjiwa besar menerima kritikan seandainya dalam kritik tersebut terdapat kebenaran. Percayalah, sifat anti-kritik hanya akan menjerumuskan pada kerusakan. Untuk pihak yang mengkritisi, berikanlah kritik santun yang membangun. Kritik yang tulus dilontarkan demi terwujudnya sebuah perbaikan. Bukan sekedar kritikan yang bertujuan untuk menjatuhkan.



Catatan tambahan;
  • Saya tidak mengatakan bahwa seluruh pendukung kedua kubu bertindak seperti yang saya sampaikan di atas. Akan tetapi, saya banyak menemui hal seperti di atas.
  • Tidak ada salahnya anda mengambil sikap oposisi selama anda beroposisi dengan sehat. Tapi perlu anda ingat, siapapun anda, apapun pilihan anda saat pilpres kemarin, Jokowi adalah Presiden Republik Indonesia. Jadi, selama anda memiliki KTP Republik Indonesia, lahir, tinggal, dan menikmati berkah dari tanah dan air Indonesia, Presiden anda adalah Bapak Joko Widodo. 
  • Tidak tertutup kemungkinan dalam tulisan saya di atas juga terdapat kesesatan berpikir karena tulisan ini bermula dari sebuah kejengkelan terhadap perdebatan bodoh yang saya lihat berseliweran di berbagai media.
  • Melihat sepak terjang Menteri Susi setelah menjabat, saya yakin beliau adalah orang yang tepat. Semangat Bu!! 

Selasa, 29 Juli 2014

Makna Maaf Saat Idul Fitri

Dulu, waktu awal-awal nge-blog disini (dulu ada sih ditempat lain, tapi sudah almarhum) rencana saya sangat mulia -minimal satu tulisan setiap dua minggu-. Tapi apa daya, Tuhan berkehendak lain. Selanjutnya target saya turunkan menjadi -satu tulisan setiap bulan-. Ternyata kehendak Tuhan masih lain, masih berbeda dengan cita-cita saya. Kemudian semua saya ikhlaskan, saya pasrahkan, menulis hanya bila ada waktu luang. Semua saya serahkan dalam genggaman takdir yang mengalir seperti air.

Setelah lama ditunggu, saat itu datang juga, libur lebaran, ngga bisa mudik, 9 hari ga ada kerjaan. Oleh karena itu, ayo menulis lagi. Berhubung masih dalam suasana Idul Fitri maka tulisannya terkait kesana dan memang idenya karena itu. Topiknya sederhana diucapkan tetapi sulit dilakukan, tentang sebuah kata sederhana yang sering kita dengar setiap hari namun menjadi wabah saat lebaran, kata "MAAF".

Setiap lebaran bisa dipastikan hape anda nyaris tak berhenti berdering gara-gara pesan yang masuk dengan isi senada seirama dan kompak untuk minta maaf. Dan dari pesan-pesan yang masuk ke saya, ada beberapa hal dari segi isi pesan yang sepertinya sudah Terstruktur, Sistematis, dan Masif (jangan diseret ke arah lain, ini cuma ngebahas tentang maaf kok). 

Isi yang saya maksud adalah sebagai berikut;
Pertama, Mohon Maaf Lahir dan Batin.
Kedua, Atas semua kesalahan baik yang disengaja atau tidak.
Ketiga, keknya cukup dua deh!

Mari kita bahas yang pertama. "Mohon Maaf Lahir dan Batin"
Maksud kalimat ini apa? Apakah ada dua jenis maaf dalam kehidupan? Maaf Lahir dan Maaf Batin. Anggap saja iya, lantas Maaf Lahir (selanjutnya disingkat ML) itu seperti apa? Selanjutnya tentu saja kita juga bertanya-tanya "Maaf Batin" (agar adil, seterusnya disebut MB) itu maaf yang seperti apa?
Apakah ML adalah maaf yang ditujukan untuk perbuatan yang menyakiti lahir sementara MB adalah maaf yang ditujukan untuk perbuatan yang menyakiti batin?

Seterusnya, pada sisi pemberi maaf, apakah ML adalah maaf yang secara lahir memaafkan tapi ada kemungkinan secara batin masih belum bisa menerima maaf tersebut? Jadi lahirnya bilang "iye, lu gw maapin" tapi dalam hati ngomong "bangke lu, enak aja minta maap begini doang, salah lu fatal, tau ngga!!"

Kita lanjut pada masalah yang kedua, "Atas semua kesalahan baik yang disengaja atau tidak".
Ini maksudnya apa? Kalau saya menangkapnya sederhana. Makna kalimat ini adalah "Sumpah, sebenarnya gw ngga tau gw salah apa, tapi karena sekarang lagi lebaran, gw ikutin aja trend minta-minta maap".
Dari sisi yang dimintakan maaf juga akan bertanya-tanya, "Ehh kampret, emang elu salah apa ke gw? perasaan dah 2 tahun ngga ketemu, sering gosipin gw ya? "

Jadi, inti dari tulisan ngaco diatas apa? 
Bukan sok berlagak alim sih, tapi saya cuma menghimbau agar kita memaknai maaf (khususnya saat lebaran) lebih mendalam (mak, anakmu dah tobat). Bukan sekedar maaf yang bersifat ritual tapi miskin makna spiritual (anjriiittt, kalimat gw). Ini serius lho, beneran, buktinya sering kita temui dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya ketika si A ngomong "Si B itu dulu pernah begini begitu sama gw, sampe sekarang kalo ingat itu masih perih hati gw". Halo, mbak/mas, bukannya kemaren udah maaf-maafan melalui 3 lebaran setelah hal yang mendatangkan perih itu terjadi!!!

Jadi, cobalah meminta maaf dan memaafkan dengan lebih ikhlas. Setiap kali kata maaf terucap, jadikanlah itu maaf yang menggugurkan segala kesalahan yang ada. Dan terkadang untuk beberapa jenis kesalahan yang fatal, maaf lewat pesan saat lebaran tidak akan mencukupi apalagi jika hanya lewat broadcast message. Dan percayalah, serendah-rendahnya kata maaf adalah yang disampaikan cuma lewat status di media sosial (tanda udah dimaafkan sama yang baca juga keren lho, itu udah di-LIKE).
Contoh ekstrim bahwa maaf yang seperti disebutkan diatas terkadang tidak mencukupi adalah sebagai berikut, misalkan Si A melakukan pembunuhan terhadap anggota keluarga Si B, tetiba pas lebaran Si B menerima pesan dari Si A yang sedang menjalani masa hukuman dalam penjara "Minal Aidin Wal Faidzin, Mohon Maaf Lahir dan Batin. 0-0 lagi yah". Hello... Lu bunuh orang trus minta maafnya cuma begitu doang!!!

Akhirul kalam (bener ngga tulisannya), saya hanya menghimbau agar kita lebih serius memaknai kata maaf, terutama momen maaf-memaafkan saat lebaran. Maaf yang benar-benar meresap, dan itu saya akui sulit. Dan juga saya akui, terkadang saya termasuk dalam golongan orang-orang seperti yang saya contohkan di atas. Tapi tidak ada salahnya berusaha dan mencoba menjadi manusia yang lebih baik. Itu proses berkelanjutan yang tidak akan pernah selesai. Mari kita mulai dengan mencoba meminta maaf dan memberi maaf dengan maaf yang bermakna, bukan sekedar karena dihadapkan dengan momen lebaran.

Tulisan diatas tidak dimaksudkan untuk menyinggung siapapun juga. Kalau ada yang merasa tersinggung, mumpung masih dalam suasana lebaran, Saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Mohon maaf batin (karena tulisan takkan pernah menyakiti lahir) atas tulisan yang (sumpah) tidak disengajakan untuk menyakiti perasaan.

NB: Tulisan gw yg agak waras kayak gini kadang membuat gw takjub sendiri. Satu lagi, inspirasi tulisan ini juga karena teringat dengan debat kusir ngga karuan di fesbuk dengan teman2 sekitaran lebaran 2011 kalo ngga salah. bahahahangke.....

Sabtu, 12 April 2014

Si Sesat Dari Timur

Pernahkan anda membaca novel wuxia? Itu lho, novel silat dengan latar belakang Negeri Tiongkok. Novel silat ini mengandung zat adiktif yang berbahaya, sekali mencoba, biasanya akan ketagihan (bwahahahaha......). Ada beberapa penulis novel wuxia yang dapat disebut brilian, tapi secara umum ada 3 penulis yang dianggap maestro. Ketiga orang itu adalah Chin Yung (Jin Yong), Khu Lung (Gu Long), dan Liang Ie Shen (Liang Yusheng).

Kali ini saya akan membahas mengenai tokoh dalam novel karangan Chin Yung. Dalam tulisan ini saya akan menggunakan nama-nama tokoh dengan dialek hokkien, jadi bila anda hanya pernah menonton filmnya, mungkin butuh sedikit penyesuaian karena biasanya dalam film yang digunakan adalah dialek mandarin. Tokoh-tokoh ini terlibat dalam dua cerita awal dari trilogi rajawali Chin Yung, yaitu Legend Of The Condor Heroes  dan Return Of The Condor Heroes. Akan tetapi tokoh-tokoh ini sudah tidak muncul lagi pada cerita ketiga, Heavenly Sword and Dragon Saber.

Alkisah di dunia kang ouw (dunia persilatan) terdapat 5 pendekar terhebat. Kelimanya bersepakat untuk berduel di puncak Hoa San untuk menentukan siapa yang terbaik diantara mereka. Kelima pendekar itu adalah Ong Tiong Yang (Si Dewa Tengah), Ang Cit Kong (Si Pengemis Dari Utara), Auwyang Hong ( Si Racun Dari Barat), It Teng Taysu (Si Kaisar Dari Selatan), dan Oey Yok Su (Si Sesat Dari Timur). Duel ini selain bertujuan untuk mencari siapa yang terkuat juga bermaksud untuk menentukan siapa yang berhak mendapatkan kitab silat legendaris Kiu Im Cin Keng (Kitab 9 Rembulan). Singkat cerita, yang keluar sebagai pemenang adalah Ong Tiong Yang Si Dewa Tengah.

Tapi maksud tulisan ini bukanlah untuk menceritakan cerita tentang pertarungan kelima orang jagoan diatas. Saya hanya bermaksud melihat karakter kelima jagoan tersebut. Dari kelima jagoan itu, tokoh favorit saya adalah Oey Yok Su, Si Sesat Dari Timur. Mengapa dia yang saya jadikan tokoh favorit akan saya beberkan dengan jalan membandingkan dengan empat jagoan lainnya, berikut penjelasannya.

Mari kita kupas satu persatu karakter kelima jagoan tersebut.

Yang pertama, Ong Tiong Yang, Si Dewa Tengah, jagoan yang keluar sebagai pemenang dalam pertempuran di Puncak Hoa San. Sebenarnya agak sulit untuk menilai karakter tokoh yang satu ini karena porsi kemunculannya dalam cerita sangat sedikit. Hal ini terjadi karena diceritakan bahwa pada saat cerita berjalan dia sudah meninggal dunia. Tapi secara ringkas dapat dilihat bahwa ia adalah manusia berbudi yang mendirikan sebuah sekte agama beraliran Tao. Dia seorang pendekar budiman yang berdiri kokoh di jalan kebenaran. Tak ada yang bisa dinilai dan sepertinya tak ada yang menarik dari tokoh ini. Bukan tokoh favorit saya.

Yang kedua, Ang Cit Kong, Si Pengemis Dari Utara. Seorang pendekar sejati, pahlawan pembela kebenaran, ketua sebuah perkumpulan besar di dunia persilatan (Perkumpulan Pengemis/Kay Pang). Orang jujur dan ksatria. Kejujuran dan karakternya yang terus terang tergambar dalam ilmu silat andalannya, 18 Pukulan Penakluk Naga (Han Liong Sip Pat Ciang) yang benar-benar mengandalkan tenaga tanpa gerak tipu. Selain itu, tokoh satu ini juga menguasai Jurus Tongkat Pemukul Anjing (Tah Kauw Pang Hoat) yang merupakan ilmu khusus yang hanya dikuasai oleh Ketua Perkumpulan Pengemis. Kelemahan tokoh ini hanya satu, tidak bisa menahan godaan terhadap makanan enak, kalau melihat makanan enak, jari telunjuknya (kanan atau kiri, saya lupa) selalu bergerak tak terkendali. Oleh karena dianggap membuat malu, dia memotong jari  tersebut (karena hal ini dia juga digelari Kiu Cie Sin Kay/Pengemis Sakti Berjari Sembilan). Dia suka menyelinap ke dapur istana sekedar untuk menikmati hidangan lezat yang diperuntukkan bagi kaisar. Tokoh ini juga merupakan guru dari Kwee Ceng dan Oey Yong, tokoh utama dalam kisah Legend Of The Condor Heroes (Pendekar Pemanah Burung Rajawali). Dari rekam jejaknya, saya menganggap tokoh ini adalah tokoh dengan kriteria standar seorang pahlawan super yang selalu bertindak dengan menjunjung nilai-nilai kebajikan, seorang ksatria sejati. Bagi saya tidak menarik dan membosankan. Bukan tokoh favorit saya.

Yang ketiga, Auwyang Hong, Si Racun Dari Barat. Seorang tokoh antagonis super jahat yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Memiliki anak haram hasil hubungan gelap dengan kakak iparnya sendiri. Musuh bebuyutan Si Pengemis Dari Utara. Jurus andalannya adalah Ha Mo Kang/Kap Mo Kang, Ilmu yang mendasarkan gerakan pada gerakan katak (ilmu ini juga digunakan oleh tokoh jahat yang menjadi lawan Stephen Chow dalam film Kung Fu Hustle). Selain itu, tokoh ini juga mahir menggunakan berbagai jenis racun dan memelihara ular-ular paling berbisa yang digunakan sebagai senjata dalam pertarungan. Padahal penggunaan racun merupakan tindakan yang dianggap tidak jantan dalam dunia persilatan. Tidak perlu dijelaskan secara panjang lebar, sudah pasti tidak ada yang perlu dikagumi dari tokoh seperti ini. Bukan tokoh favorit saya.

Yang keempat, It Teng Taysu, Si Kaisar Dari Selatan. Dulu dia adalah seorang kaisar di Negeri Tayli/Dali (sekarang termasuk Keresidenan Otonom Etnis Bai Dali di Propinsi Yunnan dibagian barat daya Tiongkok yang berbatasan dengan tiga negara lain, Vietnam, Laos dan Myanmar). Seorang pendekar baik hati dan bijaksana, jurus andalannya adalah It Yang Ci (Jurus Totokan Satu Jari), jurus yang sangat ditakuti oleh Si Racun Barat karena Ha Mo Kang miliknya tak berdaya dihadapan jurus ini. Dia turun tahta dan menjadi seorang bhiksu setelah merasa bersalah karena terbawa emosi sehingga mengakibatkan kematian seorang bayi tak berdosa (ada kisah cinta yang panjang berliku dan pilu dibalik kejadian ini). Singkatnya, tokoh ini mungkin merupakan tokoh setengah dewa dengan kesabaran dan kebijaksanaan yang tinggi menggapai awan. Tokoh yang membosankan. Bukan tokoh favorit saya. 

Yang kelima, tentu saja Oey Yok Su, Si Sesat dari Timur. Majikan Pulau Persik, ayah  kandung dari Oey Yong, istri Kwee Ceng sang tokoh utama cerita. Sulit untuk memulai dari mana dalam menceritakan tokoh yang satu ini. Dia mendapatkan gelar "Sesat" karena tindak tanduknya yang sangat aneh dan suka melanggar norma serta tatanan budaya yang berlaku umum dalam masyarakat. Sifat anehnya ini sering membuatnya berada pada posisi yang sulit dan dianggap jahat serta tak bermoral, tapi dahsyatnya DIA SAMA SEKALI TIDAK PEDULI dengan pandangan orang lain terhadap dirinya. Hal ini terlihat saat orang-orang menuduhnya sengaja membuat cacat seluruh pembantunya di Pulau Persik, padahal sebenarnya dia sengaja mengumpulkan orang-orang cacat untuk memberi mereka kehidupan yang lebih baik dan menyelamatkan mereka dari hinaan di dunia luar. Sedikitpun ia tak pernah berusaha meluruskan pandangan orang terhadap dirinya.

Berikut adalah beberapa contoh tindakan aneh yang dilakukannya.

  1. Saat dia dituduh membunuh 5 dari 7 Pendekar Aneh dari Kanglam (Kanglam Cit Koay) yang merupakan guru dari Kwee Ceng. Dia sama sekali tidak membantah walau juga tidak mengakuinya. Hal ini nyaris membuat perjodohan antara Kwee Ceng dan Oey Yong (putrinya) berantakan. Terlepas dari ketidaksukaannya secara pribadi kepada calon menantunya yang dianggap bodoh dan terlalu kaku, tindakannya ini benar-benar membuat rumit kisah cinta antara Kwee Ceng dan Oey Yong.
  2. Oey Yok Su tidak segan-segan membuat cacat 4 orang muridnya yang tidak bersalah kemudian mengusir mereka karena murka atas pengkhianatan 2 orang muridnya yang lain yang telah mencuri salinan Kitab Kiu Im Cin Keng darinya. Kejadian ini berbuntut panjang. Istri Oey Yok Su, yang membuatkan salinan kitab tersebut berusaha menghibur suaminya dengan berusaha membuat salinan yang baru berbekal hafalannya. Karena berpikir terlalu keras saat membuat salinan yang baru dalam keadaan hamil, istrinya jatuh sakit kemudian meninggal saat melahirkan putri mereka.
  3. Terpukul dengan kematian istrinya, dia mencari orang lain yang memiliki salinan kitab tersebut, yaitu adik seperguruan Ong Tiong Yang yang bernama Ciu Pek Tong, Si Bocah Tua Nakal. Walau tidak berhasil mengalahkan Ciu Pek Tong, namun ia berhasil menawan Si Bocah Tua Nakal selama belasan tahun di Pulau Persik. Tujuannya cuma satu, mengambil kitab yang ada pada Ciu Pek Tong untuk kemudian dibakar sebagai persembahan untuk arwah istrinya. Hal ini terjadi karena ia mempersalahkan Ciu Pek Tong yang telah memamerkan kitab Kiu Im Cin Keng pada istrinya, sehingga istrinya penasaran dengan kitab itu. Setelah memperdaya Ciu Pek Tong yang lugu, istrinya bisa membaca dan menghafal kitab itu, kemudian menuliskannya kembali. Dalam logika Oey Yok Su, seandainya Ciu Pek Tong tidak memamerkan kitab itu, maka tidak akan terjadi rentetan kejadian yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia.
  4. Dalam cerita Return Of The Condor Heroes, dia merupakan satu-satunya tokoh yang mendukung kisah cinta antara Yo Ko dan Siauw Liong Lie. Padahal kisah cinta itu merupakan cinta terlarang dan sangat tabu dizaman itu karena Yo Ko adalah murid Siauw Liong Lie. Pada masa itu kedudukan guru dianggap sama dengan orang tua. Dipihak lain, Kwee Ceng, menantunya yang kaku dan sangat terikat pada norma dan adat, berpikiran bahwa lebih baik Yo Ko mati ditangannya daripada membuat aib bagi leluhurnya. Kwee Ceng merasa bertanggung jawab karena ia adalah kakak angkat Yo Kang, ayahanda Yo Ko.

Diluar segala keanehan/kesesatan yang dimilikinya, Oey Yok Su merupakan seorang jenius. Dia mahir ilmu silat, sastra, strategi perang, ilmu ramalan, ilmu perbintangan, dan juga mahir memainkan beragam alat musik. Diantara lima jagoan diatas, dialah yang berusia paling muda. Usianya saat pertarungan di Puncak Hoa San bahkan belum sampai setengah usia Ong Tiong Yang, karena itula Ong Tiong Yang sangat mengaguminya. Sifat dan karakternya sangat bertolak belakang dengan Kwee Ceng sang menantu yang agak bebal dan lugu. Perbedaan karakter inilah yang membuatnya tidak menyetujui perjodohan antara Kwee Ceng dan putrinya Oey Yong. Dia melakukan berbagai cara untuk menggagalkan kisah cinta mereka. Tapi akhirnya ia mengalah, demi kebahagiaan sang putri.

Sisi kelembutan Oey Yok Su dapat terlihat dalam hubungannya dengan sang istri. Cintanya hanya pada satu wanita. Setelah istrinya meninggal, dia tidak berusaha mencari pengganti. Setiap hari dia datang ke makam istrinya dan mengajak (nisan) istrinya bercakap-cakap. Ia menghias makam istrinya dengan berbagai benda-benda mewah dan mahal, dan tak seorangpun diizinkan memasuki makam kecuali putri mereka. Gilanya lagi, dia membuat sebuah kapal mewah yang rencananya akan digunakan untuk sebuah pelayaran bunuh diri mengarungi lautan untuk menyusul istrinya ke alam baka. Kapal itu dirancang untuk hancur di tengah lautan. Yang menahannya dari misi bunuh diri itu hanya satu, dia tidak tega meninggalkan putri semata wayang yang sangat dicintainya sendirian di dunia.

Selanjutnya, saat murid yang pernah mengkhianatinya tewas ditangan orang lain, dia sangat murka dan berniat untuk menuntut balas. Dia berpikiran, tidak seorangpun berhak membunuh muridnya, kecuali dirinya. Hinaan terhadap mantan muridnya tetap dianggapnya sebagai hinaan langsung pada dirinya. Diluar segala tindakan kejam terhadap muridnya, dia tetap menyayangi mereka.

Selain itu, gambaran sesat, kejam, dan aneh yang melekat pada dirinya seringkali merupakan sebuah kesengajaan yang diciptakannya sendiri untuk menutupi sisi kelembutan dan kebaikan yang ada dalam dirinya. Meskipun dijuluki "sesat", tak pernah sekalipun dia melakukan tindakan yang tidak jantan ataupun tindakan memalukan bagi seorang ksatria. Tokoh ini benar-benar merupakan seorang tokoh yang kompleks. Pribadi yang unik. Dalam tindakannya yang terkadang kejam, tersembunyi kelembutan yang tiada batas, khususnya bagi orang-orang terdekatnya. Karena itulah tokoh ini merupakan tokoh favorit saya dalam Trilogi Rajawali karya Chin Yung.