Pernahkah anda "diganggu" oleh kenalan ataupun keluarga yang dengan penuh semangat menawari anda bergabung dalam bisnis Multi Level Marketing (MLM)? Kalau tidak salah itu istilahnya "diprospek". Dan dari pengalaman pribadi saya, diprospek ini prosesnya jauh lebih menyebalkan daripada di-ospek. Saya pernah mendaftar menjadi anggota dalam bisnis ini karena terpaksa. Terpaksa karena bosan setiap hari diprospek kanan kiri. Kebetulan waktu itu ada sebuah bisnis MLM yang sedang booming. Biasanya pengenalan terhadap sebuah bisnis MLM diawali dengan cerita kesuksesan "si anu" yang punya rumah segitu dan mobil segini dalam waktu cuma beberapa anu. Cerita yang memancing rasa penasaran seperti itu merupakan senjata andalah para pejuang MLM. Setelah korban terpancing barulah niatan sebenarnya diungkap. Korban kemudian dilenakan dengan cerita-cerita sukses dan janji-janji muluk tentang keuntungan yang akan diraih. Jika anda terpikat, ya sudah, jangan salahkan bunda mengandung.
Untuk itu kali ini saya berniat untuk sedikit membuka kedok bisnis MLM. Hal ini berangkat dari kegerahan atas klaim dari beberapa pejuang MLM yang saya temui (ahh... kelihatannya saya berbakat jadi politikus yang selalu sok peduli, terutama menjelang pemilu). Saya akan mencoba memaparkannya sesederhana mungkin sehingga dapat dengan mudah dipahami (InsyaAllah) soalnya dari beberapa artikel yang membahas hal sejenis yang pernah saya baca, ada kesan sulit untuk dipahami oleh orang yang tidak memiliki latar belakang ilmu bisnis atau ekonomi.
Pertama-tama harus dibedakan dulu antara MLM dengan bisnis direct selling. Sekilas dari luar kedua bisnis ini terlihat mirip, tapi yakinlah, roh kedua bisnis ini berbeda jauh, sejauh hubungan kamu sama mantan yang sudah kawin. Dalam sebuah bisnis MLM, produk yang dijual hanya kamuflase dengan harga yang bisa dikatakan tidak masuk akal jika dibandingkan dengan produk sejenis. Beberapa diantaranya merupakan produk yang diklaim memiliki manfaat bagi kesehatan padahal sama sekali belum teruji secara ilmiah. Satu lagi ciri khas yang sangat kental dalam bisnis ini adalah semangat yang tinggi dari anggotanya dalam mencari downline, bukan menjual produk. Semua peserta selalu berpikir "lebih baik mencari downline sebanyak-banyaknya, biar mereka yang berusaha, nanti saya tinggal ongkang-ongkang kaki". Akibatnya tujuan bisnis yang normal (etis), yaitu menjual produk dan mendapat profit dari aktivitas tersebut, jadi terabaikan sehingga bisnis ini lebih cenderung mengarah pada money game (hanya saja disertai produk yang dijadikan alat kamuflase).
Sedangkan perusahaan direct-selling (penjualan langsung) menitikberatkan usaha mereka untuk menjual produk ke konsumen. Mayoritas pendapatan mereka adalah lewat penjualan eceran. Pada kebanyakan MLM, perhatian utama mereka bukan menjual produk ke konsumen, melainkan mencari dan membangun jaringan downline lewat aksi perekrutan demi komisi/bonus. Tapi sayangnya beberapa perusahaan direct selling dengan salah kaprah telah difitnah dan bahkan memfitnah diri mereka sendiri sebagai perusahaan MLM meski secara bahasa hal ini tidak salah mengingat sistem penjualan yang juga berjenjang. Intinya, beda MLM dan direct selling adalah dari sisi sumber semangatnya. Pejuang MLM memiliki semangat dan tujuan untuk merekrut anggota sebanyak-banyaknya sedangkan pasukan direct selling bersemangat menjual produk sebanyak-banyaknya. Dan lagi, hampir semua produk MLM sebenarnya dibeli oleh anggota mereka, bukan pelanggan asli.
Dari perbedaan diatas dapat dilihat bagaimana sistem MLM pada akhirnya akan memakan korban, yaitu anggota yang bergabung belakangan. Keuntungan sudah pasti hanya terpusat pada mereka yang memasuki bisnis ini pada saat awal ketika bisnis belum berkembang. Untuk itu mari kita berasumsi jika dalam sebuah bisnis MLM setiap anggota diwajibkan merekrut lima anggota baru. Maka deret ukur yang muncul adalah sebagai berikut, 1, 5, 25, 125,.... dan pada level ke-13 kita akan menemukan angka 244.140.625,- Itu adalah jumlah penduduk Indonesia. Dan bila hitungan anda cukupkan sampai level ke-15 anda akan menemukan angka lebih dari 6 milyar. Luar biasa, padahal jumlah penduduk dunia pada 2013 diperkirakan 7,2 Milyar. Artinya MLM tersebut kekurangan stok manusia untuk mencari downline level ke-16. Itu berarti MLM memiliki titik jenuh yang pasti, walau pada kenyataannya belum ada satupun perusahaan MLM yang sempat mencapai titik jenuh ini, tetapi logikanya adalah seperti angka-angka yang saya sajikan diatas (terimakasih pada MS-Excel yang sangat memudahkan saya dalam melakukan perhitungan, tidak terbayangkan jika hitung-hitungan diatas harus saya lakukan secara manual).
Salah satu pertanyaan terbesar dalam bisnis MLM adalah berapa persentase pejuang MLM yang meraih keuntungan dari bisnis ini? Mari kita sekali lagi berandai-andai. Berikut adalah sebuah ilustrasi matematika sederhana dari program distribusi 6 level yang mana setiap orang wajib merekrut 5 orang. Seorang partisipan akan mulai mendapatkan keuntungan setelah memiliki 2 level downline, yang berarti keuntungan baru bisa diperoleh saat sudah memiliki 30 downline (5+25 = 30 orang).
Ilustrasi:
Top Level: 1Level #2: 5
Level #3: 25
Level #4: 125
Level #5: 625
Level #6: 3.125
Total 3.906 partisipan
Karena hanya anggota yang memiliki 2 level downline saja yang bisa untung, maka hanya partisipan level 1,2, 3 dan 4 yang akan mendapatkan keuntungan. Jumlah mereka (156/3906) kurang dari 4%. Persentase anggota yang kehilangan uang lebih dari 96%.
Hal ini akan tetap berlaku berapapun level yang ditambahkan. Kita akan dapat memastikan bahwa 96% anggota pasti akan rugi. Contoh, bila ilustrasi diatas ditambah 1 level (level #7), berarti ada tambahan 15.625 anggota. Peserta total akan menjadi 19.531. Jumlah anggota yang bisa mendapatkan keuntungan adalah 1+5+25+125+625=781 orang, tetap kurang dari 4% dibandingkan 19.531.
Benar-benar jenis bisnis yang bisa memberi kepastian, PASTI BANYAK YANG TEKOR!! Dan bukan cuma itu saudara-saudara, anggota baru yang "terjebak" memasuki bisnis MLM biasanya dibebani dengan semacam uang pendaftaran. Uang pendaftaran ini merupakan salah satu sumber pendapatan utama dan uang itu merupakan kerugian awal yang didapat oleh anggota yang bergabung belakangan. Seandainya setiap anggota baru dikutip Rp.50.000 saat pendaftaran, maka dengan menggunakan ilustrasi diatas mari kita kalikan jumlah dana yang terkumpul dari yang buntung (3750x50000=187,5Jt). Uang sebanyak Rp.187,5Jt itu menguap entah kemana.
Apakah cukup sampai disana sistem yang jahat ini bekerja? Tentu tidak!! Masih ada kegiatan bisnis tambahan lain yang mendatangkan pemasukan sangat signifikan melalui bisnis tambahan yang antara lain dilakukan dengan mengadakan seminar motivasi yang dibarengi dengan penjualan buku, kaset, dll yang katanya merupakan trik untuk mencapai "kesuksesan". Uang pendaftaran untuk mengikuti seminarpun seringkali dibungkus dengan indah menggunakan kata "investasi". Investasi ini rata-rata berkisar pada angka Rp.500.000,-. Silahkan anda kalikan sendiri dengan angka ilustrasi yang kita gunakan diatas!! Fantastis!!
Fokus utama pelatihan dan seminar mereka adalah melatih, memotivasi, dan memberikan reward kepada anggota untuk merekrut lebih banyak anggota lainnya. Kenyataannya, mau ikut dalam ribuan pelatihan yang sama dengan ribuan motivasi yang sama dilanjutkan dengan membaca buku motivasi yang sama, dan menonton video motivasi yang sama, hasil yang diperoleh tidak akan sama. Semua sangat tergantung pada timing seseorang terlibat dalam bisnis ini. Tidak ada korelasi sama sekali dengan motivasi, semangat, ataupun pelatihan yang diikuti.
Trus, apa lagi borok yang harus dibongkar dari bisnis ini? Data saudaraku yang tercinta. Data yang mereka sajikan sebagai bahan motivasi bisa dikatakan merupakan dusta yang nyata. Mereka selalu menyajikan data pendapatan anggota bisnis mereka dengan merata-ratakan pendapatan segelintir orang yang berpendapatan besar dalam bisnis mereka dengan ribuan yang tidak mendapat apa-apa. Analoginya, coba anda kumpulkan 1000 orang gelandangan yang tinggal di bawah kolong jembatan untuk dihitung penghasilan rata-rata mereka, selanjutnya anda ikutkan Chairul Tanjung dalam perhitungan tersebut. Sudah pasti dari perhitungan tersebut akan muncul penghasilan rata-rata yang fantastis. Padahal kenyataannya cuma satu orang yang memiliki penghasilan luar biasa! Hal ini menimbulkan kesan seakan-akan anggota mereka rata-rata mendapatkan profit padahal dalam kenyataan mayoritas anggota tidak mendapatkan apa-apa.
Selanjutnya hampir semua data yang dipresentasikan MLM mengabaikan biaya rata-rata ataupun pengeluaran seperti transportasi, telepon, perjalanan, pelatihan, ataupun ongkos pengiriman yang terjadi akibat mengoperasikan bisnis MLM. Dengan cara ini, “gross income” dicampuradukkan dengan “net profit”.
Mau tau sebuah fakta yang sangat mengejutkan? Survei dari Pyramid Scheme Alert menunjukkan bahwa peluang keberhasilan dalam bisnis MLM lebih kecil dibandingkan dengan peluang menang dalam beberapa jenis perjudian!! Lebih dari itu, dalam semua permainan judi dan lotere, peluang menang-kalah adalah bersifat acak, semua orang memiliki kesempatan yang sama. Dalam bisnis MLM, peluang menang-kalah sangat ditentukan oleh posisi dan timing. Hanya mereka yang mengikuti program sejak awal, pemilik program, dan sejumlah kecil anggota yang akan mendapatkan keuntungan. Mereka berada di posisi di mana keuntungan sudah dipastikan ada setiap kali ada anggota baru yang masuk. Para pecundang, yaitu mereka yang masuk belakangan, tidak memiliki peluang sama sekali untuk menggantikan posisi mereka yang berada di atas.
Dari paparan diatas dapat kita lihat betapa jahatnya model bisnis seperti ini. Bahkan judi yang sudah pasti haram pun masih kalah mengerikan dibanding bisnis ini. Saya tidak berani memvonis bahwa MLM adalah bisnis yang haram. Akan tetapi, anda dapat memasukkan saya kedalam golongan orang-orang yang tak akan pernah terlibat dalam bisnis ini. Dan bagi anda yang masih tertarik untuk melakukan bisnis ini, silahkan saja. Tapi saya harap anda benar-benar paham dengan sistem yang dijalankan serta mengerti dengan peluang anda didalamnya. Perhitungan anda harus benar-benar matang dan tidak semata-mata terbuai dengan iming-iming bonus yang diberikan. Jika tidak, alih-alih investasi (seperti terminologi yang sering digunakan dalam bisnis ini untuk uang pendaftaran dan biaya seminar) anda akan tersesat ke ranah tak bertuan yang sangat mengerikan. MLM seringkali tak lebih dari money game hasil modifikasi dari Skema Ponzi dan Pyramid Game yang disembunyikan dengan penjualan produk sementara keuntungan yang dicari bukanlah melalui penjualan produk-produk yang ditawarkan. Hukum dinegara kita masih belum memberi perlindungan maksimal dibidang ini.
Terakhir, ada satu lagi kata-kata rayuan yang sering dilontarkan saat anda dibujuk masuk kedalam bisnis ini. Ketika anda terlihat sudah antipati dengan model bisnis seperti ini, si pembujuk akan berusaha meyakinkan anda bahwa bisnis MLM yang satu ini "lain". Bisnisnya berbeda dengan MLM-MLM lain yang pernah anda dengar. Percayalah, tak ada yang "lain" dalam bisnis ini. Roh dari bisnis ini tetap sama dari masa ke masa, hanya topengnya yang diganti-ganti.
Terakhir, ada satu lagi kata-kata rayuan yang sering dilontarkan saat anda dibujuk masuk kedalam bisnis ini. Ketika anda terlihat sudah antipati dengan model bisnis seperti ini, si pembujuk akan berusaha meyakinkan anda bahwa bisnis MLM yang satu ini "lain". Bisnisnya berbeda dengan MLM-MLM lain yang pernah anda dengar. Percayalah, tak ada yang "lain" dalam bisnis ini. Roh dari bisnis ini tetap sama dari masa ke masa, hanya topengnya yang diganti-ganti.
Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dgn jalan yg batil (Q.S. An Nisa' : 29)
NB: Ada hal menarik dalam sebuah terminologi pada bisnis ini. Istilah downline seringkali disebut dengan istilah "kaki" dalam Bahasa Indonesia. Entah itu sebuah olok-olok pada anggota yang masuk belakangan karena mereka menjadi kaki. Kaki yang menopang beban tubuh secara keseluruhan, dalam hal ini mereka menanggung beban kerugian. Mereka adalah korban, ironisnya, seringkali mereka adalah korban dari harapan bahkan terkadang korban ketamakan diri mereka sendiri.