Total Tayangan Halaman

Minggu, 18 Agustus 2013

Bagaimana Menyikapi Peristiwa Di Mesir

Untuk tulisan kali ini, diawal saya akan terlebih dahulu memohon kepada para pembaca untuk dapat membaca dengan pikiran yang jernih dan lepas dari segala kepentingan kelompok ataupun taklid terhadap individu tertentu. Saya mohon agar ada kesepakatan terlebih dahulu bahwa dalam menyikapi hal ini ada dua pegangan yang kita sepakati dengan sepenuh hati, yaitu Al Quran dan Hadits. Mari kita sepakat bahwa dalil dan hujjah yang shahih adalah jalan yang kita pilih. 

Tulisan kali ini muncul dari keprihatinan saya terhadap apa yang sedang terjadi di Mesir. Tapi perlu saya tekankan disini bahwa saya tidak memiliki kepentingan apapun dan saya juga tidak berafiliasi dengan kelompok manapun, terutama kelompok-kelompok yang sedang bertikai di Mesir. Sejujurnya, tema yang diangkat masih terlalu berat bagi saya dengan berbagai keterbatasan terutama keterbatasan ilmu. Tulisan ini insha Allah saya sandarkan pada dalil dan hujjah yang shahih dari berbagai sumber yang saya coba mengumpulkannya dengan menarik sehelai benang merah yang menyatukan keping-keping puzzle dari permasalahan yang terjadi.

Sudah terlalu banyak korban yang berjatuhan sia-sia akibat konflik di Mesir. Pihak-pihak yang bertikai saling klaim sebagai pihak yang benar. Entahlah, jika masalah mana yang benar mana yang salah ini terus dikaji kebelakang, masalah yang nyata terjadi saat ini tak akan pernah selesai. Jika klaim sebagai pihak yang berhak memegang tampuk kekuasaan terus dirunut kebelakang, kita harus mundur sampai kemana? Dan jika proses saling kudeta dan saling demo ini terus berlanjut, lantas kapan berhentinya? 

Ingatlah saudara-saudaraku, Mesir bukan hanya milik kalian yang bertikai. Apakah kalian yakin dari 80 juta penduduk Mesir itu tergabung dalam kelompok-kelompok tersebut? Anggaplah masing-masing kelompok memiliki pendukung sebanyak 10 juta orang, berarti disana masih ada 60 juta jiwa tak berdosa yang terkena imbas perebutan kekuasaan antara dua kelompok (dengan jumlah 20 juta orang). Lantas dengan ringan kalian mengatasnamakan rakyat tak berdosa sebanyak 60 juta jiwa itu sebagai rakyat yang kalian perjuangkan nasibnya. Apakah kalian pernah bertanya kepada mereka apakah mereka benar-benar ingin agar kalian memperjuangkan nasibnya?

Marilah saudara-saudaraku yang sedang bertikai, aku harap salah satu kelompok mampu untuk mengalah. Demi masyarakat, demi ummat, bukankah kalian hendak memperjuangkan nasib mereka agar menjadi lebih baik. Insha Allah, itulah jalan yang sesuai dengan syariat. Bukankah kita sebagai muslim jika berselisih tentang sesuatu diperintahkan untuk mengembalikannya kepada Al-Quran dan As Sunnah?
Jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisa’ : 59]
Lantas bagaimana menurut Al Quran dan As Sunnah? Sebenarnya solusi masalah ini secara syar'i sangat sederhana, biarkan saja siapa yang berkuasa saat ini menjalankan pemerintahan hingga tercapai stabilitas di negeri Mesir. Saya TIDAK MEMBENARKAN tindakan kudeta yang dilakukan oleh pihak militer Mesir terhadap pemerintah sebelumnya, apa yang mereka lakukan adalah kebatilan. Akan tetapi setelah mereka berkuasa maka wajib bagi kita untuk diam, walaupun boleh kita menuntut dikembalikannya kekuasaan kepada yang berhak tetapi dengan cara yang syar’i, bukan dengan cara mengerahkan masa dan menduduki berbagai fasilitas umum.

Permasalahannya, dengan demonstrasi ini, kalian memenuhi lapangan-lapangan dengan laki-laki dan wanita, dan terjadilah penindasan, pembunuhan dan pelanggaran kehormatan, serta ikhtilat (campur baur) antara laki-laki dan wanita, apakah ini dari agama Allah?! Bertakwalah kepada Allah, kembalilah ke rumah-rumah kalian dan tetap tinggal di rumah-rumah kalian, daripada berteriak-teriak di jalanan. 

Saat tulisan ini ditulis, masih pihak militer yang berkuasa di bumi Mesir. Saat tulisan ini ditulis, merekalah penguasa resmi di bumi Mesir. Mungkin mereka zalim, mungkin mereka korup, mungkin mereka tidak berpegang pada petunjuk Rasulullah. Tapi sudahlah, hentikanlah huru-hara di bumi Mesir yang secara umum hanya menyengsarakan ummat. Taati saja penguasa yang yang ada saat ini, Insha Allah hal inilah yang sesuai dengan syariat.
Wahai orang-orang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul, dan Ulil Amri di antara kalian (QS. An Nisa : 59)
Akan tetapi ketaatan terhadap Ulil Amri tetap memiliki batas, yaitu selama hal itu bukanlah perintah untuk berbuat maksiat. Penjabaran terhadap hal tersebut banyak termuat dalam berbagai hadist yang Insha Allah shahih. Dan berdasarkan sunnah, kezaliman seorang penguasa/pemimpin tidaklah mencabut kewajiban untuk mentaati mereka.

“Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa/umaraa’) pada apa-apa yang ia sukai atau ia benci, kecuali apabila penguasa itu menyuruh untuk berbuat kemaksiatan. Apabila ia menyuruh untuk berbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat”
[HR. Al-Bukhari no. 2955,7144; Muslim no. 1839; Tirmidzi no. 1707; Ibnu Majah no. 2864;]
Dari ‘Auf bin Malik Al Asyja’i Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian, mereka mendoakan kalian, dan kalian juga mendoakan mereka. Seburuk-buruknya pemimpin kalian adalah yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian.” Rasulullah ditanya: “Ya Rasulullah tidakkah kami melawannya dengan pedang?” Rasulullah menjawab: “Jangan, selama mereka masih shalat bersama kalian. Jika kalian melihat pemimpin kalian melakukan perbuatan yang kalian benci, maka bencilah perbuatannya, dan jangan angkat tangan kalian dari ketaatan kepadanya.” (HR. Muslim No. 1755, Ahmad No. 24027, . Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 16400, Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 116, 117, Ad Darimi No. 2797) 
“Barangsiapa yang mentaatiku maka dia telah mentaati Allah, barangsiapa yang membangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah. Dan barang siapa yang mentaati pemimpinku (yakni pemimpin yang Rasul tunjuk) maka dia telah mentaatiku, dan barang siapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang kepadaku.” (HR. Bukhari No. 7137 dan Muslim No.1835)
“Akan ada sepeninggalku nanti para imam/penguasa yang mereka itu tidak berpegang dengan petunjukku dan tidak mengikuti cara/jalanku. Dan akan ada diantara para penguasa tersebut orang-orang yang berhati setan namun berbadan manusia.” Hudzaifah berkata: “Apa yang kuperbuat bila aku mendapatinya?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaknya engkau mendengar dan menaati penguasa tersebut walaupun punggungmu dicambuk dan hartamu dirampas olehnya, maka dengarkanlah (perintahnya) dan taatilah (dia).” (HR. Muslim dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman, 3/1476, no. 1847). 
“Sesungguhnya kalian nanti akan menemui atsarah (yaitu: pemerintah yang tidak memenuhi hak rakyat). Maka bersabarlah hingga kalian menemuiku di haudh” [HR. Al-Bukhari no. 7057 dan Muslim no. 1845] 
Al-Imam Al-Barbahari berkata: “Ketahuilah bahwa kejahatan penguasa tidaklah menghapuskan kewajiban (menaati mereka) yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan melalui lisan Nabi-Nya. Kejahatannya akan kembali kepada dirinya sendiri, sedangkan kebaikan-kebaikan yang engkau kerjakan bersamanya akan mendapat pahala yang sempurna insya Allah. Yakni kerjakanlah shalat berjamaah, shalat Jum’at dan jihad bersama mereka, dan juga berpartisipasilah bersamanya dalam semua jenis ketaatan (yang dipimpinnya).” (Thabaqat Al-Hanabilah karya Ibnu Abi Ya’la, 2/36, dinukil dari Qa’idah Mukhtasharah, hal. 14).


Dari beberapa dalil diatas, dapat kita lihat bahwa ketaatan terhadap pemimpin/penguasa adalah wajib. Insha Allah beberapa hadist yang saya nukil diatas memiliki derajat shahih. Seandainya anda menolak hadist tersebut tidak mengapa. Imam Al Bukhari saja menolak ratusan ribu hadist, tapi beliau menolak dengan ilmu. Beliau menolak dengan mengkaji hadist tersebut dari sisi sanad dan matannya. Bukan berdasarkan mana yang beliau suka ataupun mana yang masuk diakal (logika). Akan tetapi jika anda menolak karena tidak sesuai dengan kepentingan, keinginan, atau logika, berarti jalan kita berbeda. Agama ini tidak berdiri diatas rasa suka atau tidak suka anda terhadap aturan yang ada, dan agama ini juga tidak dilandaskan pada logika semata.
Hadits Ali bin Abi Thalib RA :
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sungguh aku sendiri telah melihat Rasulullah Shalallahu Alahi Wassalam mengusap bagian atas khufnya.” (HR. Abu Daud No. 162)
Kembali pada permasalahan yang sedang terjadi di Mesir. Marilah saudara-saudaraku, kita hentikan segala kebodohan yang terjadi. Taati saja pemimpin yang sedang berkuasa saat ini. Bagi kelompok yang merasa dirugikan, percayalah, kalian tak akan rugi jika mengalah. Berpikir dan bertindaklah dengan memikirkan kemaslahatan kaum muslimin secara keseluruhan. Bukan hanya sekedar untuk kepentingan kelompok.

Lupakah kalian dengan kisah Hasan bin Ali RA yang dengan segala keikhlasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Mu’awiyah bin Abu Sufyan dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada masa itu sedang dilanda bermacam fitnah yang dimulai sejak terbunuhnya Utsman bin Affan RA, pertempuran Shiffin, perang Jamal dan terakhir terbunuhnya Ali bin Abi Thalib RA. Apakah Mu'awiyah bin Abu Sufyan RA lebih baik dari cucu baginda nabi? 
Dari Al-Hasan , dia mendengar Abu Bakrah berkata: “Aku mendengar (ceramah) Nabi di atas mimbar, sedangkan Al-Hasan berada di sampingnya, beliau sesekali melihat kepada manusia dan sesekali kepada Al-Hasan, dan bersabda:
“Anakku ini adalah sayyid dan semoga Allah akan mendamaikan dengannya dua kelompok dari kalangan muslimin.” (HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari, VII, hal. 463, hadits no. 3746)
“Al-Hasan dan Al-Husain adalah sayyid (penghulu) para pemuda ahlul jannah.” (HR. Tirmidzi, Hakim, Thabrani, Ahmad dan lain-lain dari Abu Sa’id Al-Khudri; Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Albani t dalam Silsilah Hadits Ash-Shahihah, hal. 423, hadits no. 796)
Berkacalah pada manusia utama ini, inilah yang benar-benar pantas disebut dengan bertindak DEMI UMMAT. Beliau dengan besar hati mengalah untuk menghindari pertumpahan darah diantara kaum muslimin. Apakah beliau menjadi tercela dengan tindakannya? Tidak saudaraku, kemuliaan beliau sama sekali tidak berkurang!

Atau lupakah kalian dengan cerita ketaatan sahabat yang mulia Abu Dzar Al Ghifari RA terhadap Khalifah Utsman Bin Affan RA ketika beliau diperintahkan untuk pindah ke tanah tandus rabadzah akibat pertentangan yang terjadi antara mereka? Apakah Abu Dzar membangkang perintah Amirul Mukminin pada saat itu? Tidak saudaraku, beliau mematuhi dengan ikhlas sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh Rasulullah tentang bagaimana cara bersikap terhadap pemimpin.

Atau kalian belum mendengar tentang kesabaran Imam Ahmad Bin Hambal yang dianiaya oleh tiga khalifah karena menolak mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk? Al Ma'mun, khalifah yang pertama kali terkontaminasi oleh paham sesat tersebut merupakan seorang pemimpin yang zalim. Untuk memaksa kaum muslimin menerima pendapat kemakhlukan Alquran, al-Ma'mun sampai mengadakan ujian kepada mereka. Selama masa pengujian tersebut, tidak terhitung orang yang telah dipenjara, disiksa, dan bahkan dibunuhnya. Imam Ahmad tetap konsisten memegang pendapat yang hak bahwa Alquran itu kalamullah bukan makhluk. Apakah beliau mengeluarkan fatwa agar ummat mengangkat senjata terhadap khalifah yang sesat tersebut? Sama sekali tidak saudara-saudaraku, beliau memilih untuk bersabar, meskipun dibelakang beliau puluhan ribu rakyat siap mengangkat senjata bila beliau memerintahkan. Beliau bertindak sesuai dengan tuntunan Al Quran dan Sunnah.

Jika kita berbicara tentang kedalaman pemahaman terhadap Islam, saya berani menjamin tak satupun makhluk hidup di muka bumi saat ini yang memiliki pemahaman lebih baik dibanding ketiga manusia luar biasa diatas. Lantas celah mana lagi yang hendak kalian gunakan ketika menjadikan agama sebagai tameng? Ummat mana lagi yang hendak kalian jadikan alasan untuk diperjuangkan? Sementara dari hari ke hari darah terus akan mengalir di bumi Mesir. Apakah kalian hendak menunggu hingga laut merah benar-benar berwarna merah oleh aliran darah kaum muslimin?

Demi Allah, saya tidak memiliki kepentingan apapun dalam hal ini dan tidak mendukung salah satu kelompok yang bertikai. Saya paham bahwa tulisan ini sedikitpun tak akan mengubah apa yang terjadi di Mesir. Sama dengan tindakan kalian yang turun ke jalan-jalan dengan bermacam-macam aksi peduli yang tidak akan berpengaruh sedikitpun terhadap Mesir. Sama dengan tindakan kalian yang mengutuk kebiadaban rezim militer Mesir saat ini melalui media sosial dll. Kalian mengutuk rezim yang kejam sambil memberi semangat pada "perjuangan" para demonstran di sana. Apa kalian tidak melihat ironi dalam hal ini, kalian menganjurkan saudara kalian sesama kaum muslimin untuk mati! Bukankah kalian sudah memahami betapa kejamnya rezim tersebut!

Sadarlah saudaraku, tempuhlah jalan yang sesuai tuntunan Al Quran dan Sunnah dalam menghadapi penguasa yang zalim. Bukan dengan tindakan khuruj terhadap penguasa yang sia-sia. Bukan karena kepentingan kelompok ataupun individu tertentu. Hentikanlah saudaraku, mari kita doakan agar masalah yang terjadi dapat dengan cepat diselesaikan, terserah siapapun yang naik ketampuk kekuasaan. Semoga salah satu pihak memiliki jiwa besar untuk mengalah, demi kepentingan Kaum Muslimin!!

NB : Saya menulis hal ini dengan perasaan malu. Masih terlalu jauh rasanya untuk petantang petenteng membahas masalah seperti ini. Tapi saya mencoba untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Selain itu, agama adalah nasehat, saya hanya menyampaikan. Seandainya ada kekeliruan yang saya lakukan dalam mengutip ayat maupun hadist, tolong benarkan. Jika Pemahaman saya keliru, tolong betulkan. Dan seandainya ada tulisan diatas yang bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah, maka silakan dicampakkan.

Berikut dua dalil  tambahan yang saya kira terkait dengan permasalahan diatas. Saya kesulitan untuk menempatkannya dalam posisi yang tepat didalam tulisan.

“Janganlah kalian termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Ar-Rum: 31-32)
Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang melihat pemimpinnya ada sesuatu yang dibencinya, maka hendaknya dia bersabar, sebab barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah walau sejengkal lalu dia mati, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Bukhari No. 7054 dan Muslim No. 1849)

2 komentar:

  1. mantaps...ramadhan tahun depan ngisi kultum di masjid Balaikota ya da...

    BalasHapus
  2. antum menanyakan pendapat ana :
    1.coba antum bayangkan,!! jika seperti itu, untuk apa pahlawan NKRI memeperjuangkan indonesia dngn dengan nyawa mereka dari tangan2 penjajah??? jika mereka milih mengalah, menta'ati penjajah/ pembunuh, pastilah sampai sekarang tak akan kita rasakan kemerdekaan..
    jika kita memilih mengalah maka akan banyak lagi nyawa yg akan melayang, antum lihat sekarang lebih 6000 di bantai oleh militer yg mengkhianati rakyatnya, mereka tanpa takut dan tanpa malu melakukannya, itu sekarang, apalagi nanti!!!
    dan perlu antum ketahui, yg terjadi di mesir ini adalah kudeta militer (pemberontakan militer /perampokan kekuasaan yg di lakukan militer terhadap presiden yg sah, yg di pilih oleh rakyat) dan ingat!! perampok itu bukan ulil amri antum dan mereka adalah pemberontak terhadap presiden yg sah yg di pilih rakuat. jadi atas dasar apa kita menta'atinya, sementara di alqur'an telah di jelaskan hukuman yg pedih terhadap pemberontak??
    2. dia menulis "harus mentaati pemimpin /penguasa walau penguasa itu zholim," siapa sih pemimpin kata dia itu?? apakah militer sekarang?? perlu di luruskan , bahwa pemimpin adalah orang yg di pilih oleh rakyat, harus di ta'ati. dan ana kasih tau militer itu bukan pemimpin tapi perampok, yaitu merampok amanah yg rakyat berikan kepada pemimpin yg di pilih rakyat.. jadi tak ada kata ta'at kepada penjajah/perampok.. toh mereka bukan pemimpin.. tapi harus ta'at kepada pemimipin walau mereka kejam itu benar, yaitu ketika yg kejam itu pemimpin yg di pilih rakyat.. dan jika antum mengatakan militer penguasa, /pemimpin, berarti antum mengakui mereka,/ antum mendukung perampokan yg mereka lakukan.

    BalasHapus